BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendapatan per kapita penduduk Indonesia menembus angka
US $ 18,000 atau sekitar Rp. 180.000.000,00 per tahun. Angka tersebut jauh di
atas beberapa negara ASEAN lainnya seperti Malaysia yang hanya memiliki
pendapatan per kapita penduduk US $ 6,220, atau Thailand dengan pendapatan per
kapita penduduknya US $ 2,990. Rekor tersebut hampir menyamai Korea yang
memiliki income per kapita penduduk US $ 20,000, meskipun masih jauh di
bawah Jepang, Australia, dan Amerika yang memiliki pendapatan per kapita
penduduk di atas US $ 30,000.
Itulah topik terhangat yang dicatat di halaman surat
kabar nasional pada tahun 2030. Itu pun hanya prediksi beberapa ahli yang
mengabaikan peningkatan pendapatan beberapa negara lain di atas yang memang
memiliki pendapatan per kapita seperti apa yang tertulis saat ini. Dengan berat
hati kita harus mengakui bahwa pendapatan per kapita penduduk Indonesia hanya
US $ 1,946 pada tahun 2008, jauh di bawah Jepang US $ 34,189, Amerika US $
43,444, Australia US $ 50,000, dan Singapura US $ 29,320. Apa masyarakat
Indonesia harus menunggu sampai tahun 2030? Dan apa mungkin di tahun 2030
prediksi itu benar-benar akan tercapai? Atau itu hanyalah mimpi indah belaka
bagi rakyat Indonesia? Sampai sekarang masalah kemiskinan masih menjadi “hantu”
yang menakutkan bagi sebagian besar rakyat Indonesia.
Kemiskinan merupakan problematika kemanusiaan
yang telah mendunia dan hingga kini masih menjadi isu sentral di belahan bumi
manapun. Selain bersifat laten dan aktual, kemiskinan adalah penyakit sosial
ekonomi yang tidak hanya dialami oleh Negara-negara berkembang melainkan negara
maju sepeti inggris dan Amerika Serikat. Negara inggris mengalami kemiskinan di
penghujung tahun 1700-an pada era kebangkitan revolusi industri di Eropa.
Sedangkan Amerika Serikat bahkan mengalami depresi dan resesi ekonomi pada
tahun 1930-an dan baru setelah tiga puluh tahun kemudian Amerika Serikat
tercatat sebagai Negara Adidaya dan terkaya di dunia.
Pada kesempatan ini penyusun mencoba
memaparkan secara global kemiskinan Negara-negara di dunia ketiga, yaitu
Negara-negara berkembang yang nota-benenya ada di belahan benua Asia. Kemudian
juga pemaparan secara spesifik mengenai kemiskinan di Negara Indonesia. Adapun
yang dimaksudkan Negara berkembang adalah Negara yang memiliki standar pendapatan
rendah dengan infrastruktur yang relatif terbelakang dan minimnya indeks
perkembangan manusia dengan norma secara global. Dalam hal ini kemiskinan
tersebut meliputi sebagian Negara-negara Timur-Tengah, Asia selatan, Asia
tenggara dan Negara-negara pinggiran benua Asia.
Ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan
bisa terjadi, yaitu kemiskinan alami dan kemiskinan buatan. kemiskinan alami
terjadi akibat sumber daya alam (SDA) yang terbatas, penggunaan teknologi yang
rendah dan bencana alam. Kemiskinan Buatan diakibatkan oleh imbas dari para
birokrat kurang berkompeten dalam penguasaan ekonomi dan berbagai fasilitas
yang tersedia, sehingga mengakibatkan susahnya untuk keluar dari kemelut
kemiskinan tersebut. Dampaknya, para ekonom selalu gencar mengkritik kebijakan
pembangunan yang mengedepankan pertumbuhan ketimbang dari pemerataan.
1.2 Perumusan masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka yang menjadi permasalahan
dalam penulisan makalah ini dirumuskan sebagai berikut :
·
pengertian
kemiskinan
·
Kemiskinan
Di Indonesia, fenomena Dan Fakta
·
Perkembangan
Tingkat Kemiskinan di Indonesia
·
Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Kemiskinan menurut para Ahli
·
Kebijakan dan Program
Penuntasan Kemiskinan
1.3 Metode Pengumpulan Data
Dalam
pembuatan makalah ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah kaji
pustaka terhadap bahan-bahan kepustakaan yang sesuai dengan permasalahan yang
diangkat dalam makalah ini yaitu masalah mengenai permasalahan dan upaya
penuntasan kemiskinan di Indonesia. Sebagai referensi juga diperoleh dari media
berbagai media informasi baik dari televisi, koran maupun situs web internet
yang membahas mengenai permasalahan dan upaya penuntasan kemiskinan di
Indonesia
1.4 Metode
Analisis
Penyusunan makalah ini berdasarkan metode
deskriptif analistis, yaitu mengidentifikasi permasalahan berdasarkan fakta dan
data yang ada, menganalisis permasalahan berdasarkan pustaka dan data pendukung
lainnya, serta mencari alternatif pemecahan masalah
1.5 Dasar Pemilihan Objek
Saya memilih Objek Penulisan ini adalah
karena Kemiskinan merupakan permasalahan kemanusiaan yang sangat kompleks.
Selain itu, kemiskinan juga menjadi isu sentral di belahan bumi manapun.
Sebagai warga negara Indonesia, dalam mengentaskan kemiskinan tidak hanya
bertumpu pada bantuan pemerintah saja namun di zaman globalisasi ini warga
negara Indonesia dituntut untuk mempunyai kualitas SDM yang unggul sehingga
memungkinkan munculnya keunggulan individual yang dapat memberikan sumbangan
kepada kemakmuran individu dan masyarakat.
BAB 2
II.
PEMBAHASAN
2.1.pengertian
kemiskinan
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidak mampuan masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung,
pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat
pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan
pekerjaan. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif,
sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang
lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. kemiskinan dapat
juga dikatakan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah yaitu adanya
tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau golongan orang dibandingkan dengan
standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Standar
kehidupan yang rendah ini secara langsung tampak pengaruhnya terhadap tingkat
keadaan kesehatan kehidupan moral, dan rasa harga diri dari mereka yang
tergolong sebagai orang miskin.
Dalam
kamus ilmiah populer, kata “Miskin” mengandung arti tidak berharta (harta yang
ada tidak mencukupi kebutuhan) atau bokek. Adapun kata “fakir” diartikan
sebagai orang yang sangat miskin. Secara Etimologi makna yang terkandung yaitu
bahwa kemiskinan sarat dengan masalah konsumsi. Hal ini bermula sejak masa
neo-klasik di mana kemiskinan hanya dilihat dari interaksi negatif (ketidak
seimbangan) antara pekerja dan upah yang diperoleh.
2.2.
Kemiskinan Di Indonesia, fenomena Dan Fakta
permasalahan yang harus dihadapi dan diselesaikan oleh pemerintah indonesia
saat ini adalah kemiskinan, disamping masalah-masalah yang lainnya. dewasa ini
pemerintah belum mampu menghadapi atau menyelesaikan permasalahan kemiskinan.
Menurut
Remi dan Tjiptoherijanto (2002:1) upaya menurunkan tingkat
kemiskinan di Indonesia telah dimulai awal tahun 1970-an diantaranya melalui
program Bimbingan Masyarakat (Bimas) dan Bantuan Desa (Bandes). Tetapi upaya
tersebut mengalami tahapan jenuh pada pertengahan tahun 1980-an, yang juga
berarti upaya penurunan kemiskinan di tahun 1970-an tidak maksimal, sehingga
jumlah orang miskin pada awal 1990-an kembali naik. Disamping itu kecenderungan
ketidakmerataan pendapatan nasional melebar yang mencakup antar sektor, antar
kelompok, dan ketidakmerataan antar wilayah.
berdasarkan
data Bank Dunia jumlah penduduk miskin Indonesia pada tahun 2002 bukanlah 10
sampai 20% tetapi telah mencapai 60% dari jumlah penduduk Indonesia yang
berjumlah 215 juta jiwa.
Hal
ini diakibatkan oleh ketidakmampuan mengakses sumber-sumber permodalan, juga
karena infrastruktur yang juga belum mendukung untuk dimanfaatkan masyarakat
memperbaiki kehidupannya, selain itu juga karna SDM, SDA, Sistem, dan juga
tidak terlepas dari sosok pemimpin. Kemiskinan harus diakui memang terus
menjadi masalah fenomenal sepanjang sejarah Indonesia sebagai negara bangsa,
bahkan hampir seluruh energi dihabiskan hanya untuk mengurus persoalan
kemiskinan. Yang menjadi pertanyaan sekarang ini adalah, mengapa masalah
kemiskinan seakan tak pernah habis, sehingga di negara ini, rasanya tidak ada
persoalan yang lebih besar, selain persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah
membuat jutaan anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan yang berkualitas,
kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya tabungan dan tidak adanya investasi,
kurangnya akses ke pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya
jaminan sosial dan perlindungan terhadap keluarga, menguatnya arus perpindahan
dari desa ke kota dengan tujuan memperbaiki kehidupan, dan yang lebih parah, kemiskinan
menyebabkan jutaan rakyat memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan secara
terbatas. Kemiskinan menyebabkan masyarakat desa rela mengorbankan apa saja
demi keselamatan hidup, kemiskinan menyebabkan banyak orang melakukan prilaku
menyimpang, harga diri diperjual belikan hanya untuk mendapatkan makan. Si
Miskin rela mempertaruhkan tenaga fisik untuk memproduksi keuntungan bagi
mereka yang memiliki uang dan memegang kendali atas sektor perekonomian lokal
dan menerima upah yang tidak sepadan dengan biaya tenaga yang dikeluarkan. Para
buruh bekerja sepanjang hari, tetapi mereka menerima upah yang sangat sedikit.
Bahkan yang lebih parah, kemiskinan telah membuat masyarakat kita terjebak
dalam budaya memalas, budaya mengemis, dan menggantungkan harapannya dari budi
baik pemerintah melalui pemberian bantuan. kemiskinan juga dapat meningkatkan
angka kriminalitas, kenapa penulis mengatakan bahwa kemiskinan dapat
meningkatkan angka kriminalitas, jawabannya adalah karna mereka (simiskin) akan
rela melakukan apa saja untuk dapat mempertahankan hidupnya, baik itu mencuri,
membunuh, mencopet, bahkan jika ada hal yang lebih keji dari itu ia akan tega
dan berani melakukannya demi hidupnya. Kalau sudah seperti ini siapa yang harus
kita salahkan. kemiskinan seakan menjadi sebuah fenomena atau sebuah persoalan
yang tak ada habis-habisnya, pemerintah terkesan tidak serius dalam menangani
persoalan kemiskinan, pemerintah lebih membiarkan mereka mengemis dan mencuri
ketimbang memikirkan cara untuk menanggulangi dan mengurangi tingkat kemiskinan
dan membebaskan Negara dari para pengemis jalanan karna kemiskinan.
2.3.
Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Indonesia
- tahun 1976 sampai 2007.
jumlah
penduduk miskin di Indonesia pada periode 1976-2007 berfluktuasi dari tahun ke
tahun. Pada tahun 1976 penduduk miskin sekitar 54,2 juta jiwa (sekitar 44,2
juta jiwa di perdesaan, dan sekitar 10 juta jiwa di perkotaan). Angka ini pada
tahun 1980 berkurang hingga menjadi sekitar 42,3 juta jiwa (sekitar 32,8 juta
jiwa di perkotaan, dan sekitar 9,5 juta jiwa di perdesaan), atau berkurang
sekitar 21,95 persen dari tahun 1976. Pada tahun 1990 jumlah penduduk miskin
berkurang hingga menjadi sekitar 27,2 juta jiwa (sekitar 17,8 juta jiwa di
perkotaan, dan sekitar 9,4 juta jiwa di perdesaan), atau berkurang sekitar
35,69 persen dari tahun 1980. Pada tahun 1996 jumlah penduduk miskin mengalami
kenaikan hingga mencapai sekitar 34,5 juta jiwa (sekitar 24,9 juta jiwa di
perkotaan, dan sekitar 9,6 juta jiwa di perdesaan). Dibandingkan dengan tahun
1990, angka ini menurun sekitar 20,87 persen. Namun, pada tahun 2002 jumlah
penduduk miskin kembali meningkat hingga menjadi sekitar 38,4 juta jiwa.
Sementara, pada tahun 2007 jumlah penduduk miskin menurun hingga menjadi
sekitar 37.17 juta jiwa. Fluktuasi jumlah penduduk miskin di Indonesia
disebabkan karena terjadinya krisis ekonomi, pertambahan jumlah penduduk tiap
tahun, pengaruh kebijakan pemerintah dan sebagainya.(Badan Pusat Statistik).
- Tahun 2007–Maret 2008
Analisis
tren tingkat kemiskinan antara kondisi Maret 2007 dan Maret 2008 dimaksudkan
untuk mengetahui perubahan tingkat kemiskinan selama setahun terakhir. Garis
kemiskinan pada periode Maret 2007-Maret 2008 mengalami peningkatan sebesar
9,56 persen, yaitu dari Rp.166.697,- per kapita per bulan pada Maret 2007
menjadi Rp.182.636,- per kapita per bulan pada Maret 2008. Hal yang sama juga
terjadi di perkotaan dan di perdesaan masing-masing meningkat sebesar 9,02
persen dan 10,21 persen. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret
2008 sebesar 34,96 juta orang (15,42 persen). Dibandingkan dengan penduduk
miskin pada Maret 2007 yang berjumlah 37,17 juta (16,58 persen), berarti jumlah
penduduk miskin turun sebesar 2,21 juta (Tabel 4.3). Jumlah penduduk miskin di
daerah perdesaan turun lebih tajam dari pada daerah perkotaan. Selama periode
Maret 2007-Maret 2008, penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang 1,42 juta,
sementara di daerah perkotaan berkurang 0,79 juta orang. Persentase penduduk
miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah. Pada bulan
Maret 2007, sebagian besar (63,52 persen) penduduk miskin berada di daerah
perdesaan, sementara pada bulan Maret 2008 persentase ini hampir sama yaitu
63,47 persen. (Badan Pusat Statistik).
2.4.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan menurut para Ahli.
Setiap
permasalahan timbul pasti karna ada faktor yang mengiringinya yang menyebabkan
timbulnya sebuah permasalahan, begitu juga dengan masalah kemiskinan yang
dihadapi oleh negara indonesia. Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya
kemiskinan menurut Hartomo dan Aziz dalam Dadan Hudyana
(2009:28-29) yaitu :
1).
Pendidikan yang Terlampau Rendah
Tingkat
pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang kurang mempunyai keterampilan
tertentu yang diperlukan dalam kehidupannya. Keterbatasan pendidikan atau
keterampilan yang dimiliki seseorang menyebabkan keterbatasan kemampuan
seseorang untuk masuk dalam dunia kerja.
2).
Malas Bekerja
Adanya
sikap malas (bersikap pasif atau bersandar pada nasib) menyebabkan seseorang
bersikap acuh tak acuh dan tidak bergairah untuk bekerja.
3).
Keterbatasan Sumber Alam
Suatu
masyarakat akan dilanda kemiskinan apabila sumber alamnya tidak lagi memberikan
keuntungan bagi kehidupan mereka. Hal ini sering dikatakan masyarakat itu
miskin karena sumberdaya alamnya miskin.
4).
Terbatasnya Lapangan Kerja
Keterbatasan
lapangan kerja akan membawa konsekuensi kemiskinan bagi masyarakat. Secara
ideal seseorang harus mampu menciptakan lapangan kerja baru sedangkan secara
faktual hal tersebut sangat kecil kemungkinanya bagi masyarakat miskin karena
keterbatasan modal dan keterampilan.
5).
Keterbatasan Modal
Seseorang
miskin sebab mereka tidak mempunyai modal untuk melengkapi alat maupun bahan
dalam rangka menerapkan keterampilan yang mereka miliki dengan suatu tujuan
untuk memperoleh penghasilan.
6).
Beban Keluarga
Seseorang
yang mempunyai anggota keluarga banyak apabila tidak diimbangi dengan usaha
peningakatan pendapatan akan menimbulkan kemiskinan karena semakin banyak
anggota keluarga akan semakin meningkat tuntutan atau beban untuk hidup yang
harus dipenuhi.
Suryadiningrat dalam Dadan Hudayana (2009:30), juga mengemukakan
bahwa kemiskinan pada hakikatnya disebabkan oleh kurangnya komitmen manusia
terhadap norma dan nilai-nilai kebenaran ajaran agama, kejujuran dan keadilan.
Hal ini mengakibatkan terjadinya penganiayaan manusia terhadap diri sendiri dan
terhadap orang lain. Penganiayaan manusia terhadap diri sendiri tercermin dari
adanya :
1)
keengganan bekerja dan berusaha,
2)
kebodohan,
3)
motivasi rendah,
4)
tidak memiliki rencana jangka panjang,
5)
budaya kemiskinan, dan
6)
pemahaman keliru terhadap kemiskinan
2.5Kebijakan dan
Program Penuntasan Kemiskinan
Upaya penanggulangan kemiskinan Indonesia telah dilakukan dan
menempatkan penanggulangan kemiskinan sebagai prioritas utama kebijakan
pembangunan nasional. Kebijakan kemiskinan merupakan prioritas Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009 dan dijabarkan lebih rinci dalam
Rencana Kerja Pemerintah (RKP) setiap tahun serta digunakan sebagai acuan bagi
kementrian, lembaga dan pemerintah daerah dalam pelaksanaan pembangunan
tahunan.
Sebagai wujud gerakan bersama dalam mengatasi kemiskinan dan
mencapai Tujuan pembangunan Milenium, Strategi Nasional Pembangunan Kemiskinan
(SPNK) telah disusun melalui proses partisipatif dengan melibatkan seluruh
stakeholders pembangunan di Indonesia. Selain itu, sekitar 60 % pemerintah
kabupaten/ kota telah membentuk Komite penanggulangan Kemiskinan Daerah (KPKD)
dan menyusun Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) sebagai dasar
arus utama penanggulangan kemiskinan di daerah dan mendorong gerakan sosial
dalam mengatasi kemiskinan.
Adapun langkah jangka pendek yang diprioritaskan antara lain
sebagai berikut:
a) Mengurangi kesenjangan antar daerah dengan; (i) penyediaan
sarana-sarana irigasi, air bersih dan sanitasi dasar terutama daerah-daerah
langka sumber air bersih. (ii) pembangunan jalan, jembatan, dan dermaga
daerah-daerah tertinggal. (iii) redistribusi sumber dana kepada daerah-daerah
yang memiliki pendapatan rendah dengan instrumen Dana Alokasi Khusus (DAK) .
b) Perluasan kesempatan kerja dan berusaha dilakukan melalui
bantuan dana stimulan untuk modal usaha, pelatihan keterampilan kerja dan
meningkatkan investasi dan revitalisasi industri.
c) Khusus untuk pemenuhan sarana hak dasar penduduk miskin
diberikan pelayanan antara lain (i) pendidikan gratis sebagai penuntasan
program belajar 9 tahun termasuk tunjangan bagi murid yang kurang mampu (ii)
jaminan pemeliharaan kesehatan gratis bagi penduduk miskin di puskesmas dan
rumah sakit kelas tiga.
Di bawah ini merupakan contoh dari upaya mengatasi kemiskinan di
Indonesia.
Contoh dari upaya
kemiskinan adalah di propinsi Jawa Barat tepatnya di Bandung dengan diadakannya
Bandung Peduli yang dibentuk pada tanggal 23 – 25 Februari 1998. Bandung
Peduli adalah gerakan kemanusiaan yang memfokuskan kegiatannya pada upaya
menolong orang kelaparan, dan mengentaskan orang-orang yang berada di bawah
garis kemiskinan. Dalam melakukan kegiatan, Bandung Peduli berpegang teguh pada
wawasan kemanusiaan, tanpa mengindahkan perbedaan suku, ras, agama,
kepercayaan, ataupun haluan politik.
Oleh karena sumbangan dari para dermawan tidak terlalu besar bila
dibandingkan dengan permasalahan kelaparan dan kemiskinan yang dihadapi, maka
Bandung Peduli melakukan targetting dengan sasaran bahwa orang yang dibantu
tinggal di Kabupaten/ Kotamadya Bandung, dan mereka yang tergolong fakir.
Golongan fakir yang dimaksud adalah orang yang miskin sekali dan paling miskin
bila diukur dengan “Ekuivalen Nilai Tukar Beras”.
Bab
3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah
yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
Masalah dasar pengentasan kemiskinan bermula
dari sikap pemaknaan kita terhadap kemiskinan. Kemiskinan adalah suatu hal yang
alami dalam kehidupan. Dalam artian bahwa semakin meningkatnya kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi maka kebutuhan pun akan semakin banyak. Pengentasan masalah
kemiskinan ini bukan hanya kewajiban dari pemerintah, melainkan masyarakat pun
harus menyadari bahwa penyakit sosial ini adalah tugas dan tanggung jawab
bersama pemerintah dan masyarakat. Ketika terjalin kerja sama yang romantis
baik dari pemerintah, nonpemerintah dan semua lini masyarakat. Dengan
digalakkannya hal ini, tidak perlu sampai 2030 kemiskinan akan mencapai hasil
yang seminimal mungkin.
3.2 Saran
Dalam menghadapi kemiskinan di zaman global
diperlukan usaha-usaha yang lebih kreatif, inovatif, dan eksploratif. Selain
itu, globalisasi membuka peluang untuk meningkatkan partisipasi masyarakat
Indonesia yang unggul untuk lebih eksploratif. Di dalam menghadapi zaman
globalisasi ke depan mau tidak mau dengan meningkatkan kualitas SDM dalam
pengetahuan, wawasan, skill, mentalitas, dan moralitas yang standarnya adalah
standar global.
DAFTAR PUSTAKA
Nugroho, Gunarso
Dwi.2006. Modul Globalisasi. Banyumas. CV. Cahaya Pustaka
Santoso Slamet, dkk.
2005. Pendidikan Kewarganegaraan. Unsoed : Purwokerto.
Santoso, Djoko. 2007. Wawasan
Kebangsaan. Yogyakarta. The Indonesian Army Press
Riyadi, Slamet dkk.
2006. Kewarganegaraan Untuk SMA/ MA. Banyumas. CV. Cahaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar